Tetes demi tetes air langit membasuh wajahku.
Membasahi tanah yang telah kering.
Bulir itu terpecah saat membentur bumi.
Setiap tetesnya mengandung rindu yang terpendam.
Tak dapat ku cegah segala rasa rindu yang kian mendesak.
Ingin segera kucurahkan atau sekedar ku ucap.
Mataku menerawang pada masa laluku.
Dimana aku dengan tanpa segan melompat pada punggung tegapmu.
Dimana aku dengan lantang meminta mainan atau sekedar merengek minta dibelikan permen lolipop.
Aku tersenyum dalam lamunku.
Masih ku ingat jelas garis tegas rahangmu menjadikan engkau semakin tampan.
Masih pula ku rekam suara tegasmu namun penuh kasih.
Atau tentang kekarnya tanganmu yang dengan mudah mengendongku atau sekedar menaikkan ku pada kursi yang tinggi.
Aku mengingat kembali kecup bibirmu di pipiku.
Terasa hangat hingga hatiku bergetar.
Aku selalu tertawa kala kumis tipis yang terhias diantara hidung dan mulutmu menyentuh pipiku.
Membuat aku geli hingga tertawa.
Aku kembali teringat belai tanganmu di antara helaian rambutku mengantarkan aku pada alam mimpi.
Akupun teringat kembali pelukkan hangatmu yang mendekap segala kesedihanku.
Saat aku terjatuh ku lihat pancaran kekhawatiran di matamu.
Dengan lembut kau ucapkan kalimat yang membuatku kuat.
Engkau memberi pesan lewat semua katakatamu.
Katamu aku tak boleh menjadi anak yang cengeng.
Katamu aku harus menjadi anak yang kuat.
Meski engkau terkesan galak namun semua itu menjadikanku kuat.
Ayah…
Aku menitipkan rindu ku ini pada ribuan tetes hujan.
Tak usah kau khawatir, aku di sini baik-baik saja.
Tak perlu kau cemas aku di sini selalu tersenyum.
Untukmu ayah aku menitipkan rindu pada hujan yang menyejukkan ini.
Akan segera kutelpon engkau ayah untuk sekedar berbagi cerita dan kabar.
Meski kini kita jauh, setidaknya aku masih dapat memdengar suaramu. Merekam tawamu.
Aku tau saat kita berbicara lewat telepon matamu berbinar cerah dan senyummu selalu terlembang.
Karena aku pun demikian.
Ayah….
Rindu ini di antara derasnya hujan.
Semoga tetesnya menyampaikan padamu.
Ayah…
Sayangku sebanyak tetes hujan ini.
Tak terhitung.
Ayah…
Aku sayang ayah.
skip to main |
skip to sidebar
Rabu, 28 Januari 2015
Blog Archive
-
▼
2015
(219)
-
▼
Januari
(19)
- EFEK NEGATIF KEBIASAAN MENGGIGIT KUKU
- Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW Hingga Wafatnya
- Energi dan Daya Listrik
- Proses Perumusan Pancasila Sebaga Dasar Negara
- Peninggalan Kebudayaan Pada Masa Pra Aksara Hasil ...
- Manusia Purba di Indonesia Jenis Ciri Sejarah pada...
- Teknik Dasar Permainan Bola Basket Lay up shot jum...
- NILAI JUANG PARA TOKOH YANG MERUMUSKAN PANCASILA
- TEKNIK DASAR LOMPAT JAUH
- BIOGRAFI KI HAJAR DEWANTARA
- BIOGRAFI PANGERAN DIPONEGORO
- BIOGRAFI JENDRAL SUDIRMAN
- AYAH
- BAGAI EMBUN PAGI
- RINDU DIANTARA HUJAN
- Modul Prinsip Budaya Demokrasi
- MODUL BUDAYA POLITIK
- BUDAYA POLITIK
- KISAH AIR ASIA
-
▼
Januari
(19)
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar