Rabu, 28 Januari 2015

Manusia Purba di Indonesia Jenis Ciri Sejarah pada Zaman Praaksara dan Gambarnya


Manusia Purba di Indonesia Jenis Ciri Sejarah pada Zaman Praaksara dan Gambarnya - Kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan sering disebut zaman praaksara. Kalian tentu pernah melihat film tentang kehidupan masa praaksara, seperti tentang hewan-hewan dan manusia purba. Benarkah ada jenis binatang seperti Dinosaurus, Tinosaurus, dan Tirex seperti diceritakan dalam film tersebut? Ya, sebagian besar jenis binatang tersebut memang benar adanya berdasarkan bukti berupa fosil-fosil binatang dan tumbuhan yang ditemukan oleh para ahli arkeologi.

Bagaimana halnya dengan perkembangan jenis manusia purba di Indonesia? Apakah bentuk dan kehidupan mereka sama dengan bentuk dan kehidupan manusia pada zaman sekarang? Ternyata, tidak! Bentuk dan kehidupan manusia pada masa praaksara tidaklah sama persis dengan kehidupan manusia zaman sekarang. Mari kita telusuri jenis-jenis kehidupan manusia purba di Indonesia pada uraian berikut ini!

Info Untukmu!
Masyarakat Indonesia mulai mengenal tulisan pada abad V M. Bukti mulainya bangsa Indonesia mengenal tulisan berdasar prasasti yang tertulis pada Yupa (tugu peringatan) di Kalimantan Timur. Prasasti pada Yupa merupakan peninggalan Kerajaan Kutai berangka tahun 400.
1. Fosil Manusia Purba di Indonesia
Coba kalian nyanyikan lagu “Bengawan Solo”! Lagu tersebut merupakan ciptaan Gesang dan sangat terkenal. Bengawan artinya sama dengan sungai. Bengawan Solo tidak hanya terkenal melalui lagu ciptaan Gesang, tetapi juga terkenal karena di sepanjang alirannya banyak ditemukan peninggalan zaman praaksara. Peninggalan yang ditemukan, antara lain fosil manusia purba, alat, serta senjata mereka. Peninggalan ini merupakan bukti adanya kehidupan manusia purba di Indonesia.

Fosil adalah sisa-sisa kehidupan organik, seperti manusia, binatang, dan tumbuhan pada masa lalu yang telah membatu. Di Indonesia, kita banyak menemukan fosil di berbagai tempat. Biasanya mereka ditemukan dekat dengan aliran sungai atau tempat-tempat berair, seperti danau dan laut. Salah satu tempat terpenting dalam penemuan fosil manusia purba di Indonesia adalah lembah Sungai Bengawan Solo. Sungai ini memanjang dari Jawa Tengah sampai Jawa Timur.

Penemu fosil pertama di Indonesia adalah E. Dubois di daerah Trinil, salah satu daerah dekat Ngawi Jawa Timur tahun 1890. Jenis manusia purba tersebut adalah Pithecanthropus Erectus. Awalnya, ditemukan sebagian dari tulang rahang, disusul penemuan sebuah geraham dan bagian atas tengkorak dan tulang paha kiri.

Info Untukmu!
Manusia pada zaman praaksara tidak meninggalkan bukti sejarah sehingga untuk mengetahui kehidupan pada masa tersebut, para ahli harus meneliti fosil-fosil manusia purba

Pithecanthropus Erectus dikategorikan antara manusia dengan kera. Selain didasarkan pada volume otak, juga didasarkan pada ciri-ciri fisik yang lain. Tulang keningnya sangat menonjol ke muka dan di atas bagian hidung bergandeng menjadi satu. Di atas tulang kening tulang dahinya terus saja licin ke belakang sehingga dapat dikatakan dahinya tidak ada.
Gambar Manusia purba jenis Pithecanthropus Erectus.

Tulang pahanya lebih mempunyai sifat kemanusiaan sehingga nyata pemilik tulang dapat berjalan tegak. Dari ukuran tulang paha itu diperkirakan makhluk tersebut tingginya 165 cm. Gerahamnya lebih besar dari geraham terbesar jenis manusia biasa dan menunjukkan sifat-sifat kera. Dari ciri-ciri fisik tersebut, makhluk itu diberi nama Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak).

Penemuan Pithecanthropus Erectus mendorong penemuan-penemuan yang lain.

a. Homo Mojokertensis
Von Koenigswald pada 1936 menemukan sebuah fosil tengkorak kanak-kanak di dekat Mojokerto. Dari gigi-giginya diperkirakan kanak-kanak tersebut belum melewati umur lima tahun. Makhluk itu dinamakan Homo Mojokertensis.

b. Meganthropus Paleojavanicus
Pada tahun 1941, di daerah Sangiran (lembah Sungai Bengawan Solo) Von Koenigswald menemukan sebagian tulang rahang bawah yang jauh lebih besar dan kuat daripada rahang Pithecanthropus Erectus. Von Koenigswald menempatkan makhluk ini lebih tua daripada Pithecanthropus Erectus mana pun. Mengingat bentuk tubuhnya yang besar (megas), makhluk itu diberi nama Meganthropus Paleojavanicus.

Info Untukmu!
Pada masa itu, Sangiran adalah wilayah laut dalam. Hal itu bisa dibuktikan dengan endapan yang bisa dijumpai di sepanjang Sungai Puren tersingkap lapisan lempung biru dari formasi kalibeng yang merupakan daerah endapan daerah lingkungan lautan. Selain itu, juga banyak ditemui fosil-fosil moluska laut.
c.  Homo Soloensis
Di dekat Ngandong (kawasan lembah Bengawan Solo, Kabupaten Blora), ditemukan sebelas fosil tengkorak oleh Von Koenigswald dan Weidenrich. Makhluk-makhluk itu lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus, bahkan dapat dikatakan sebagai manusia. Oleh karena itu, fosil-fosil tersebut dinamakan Homo Soloensis (manusia dari Solo).
 

2. Mengenal Jenis-Jenis Manusia Purba di Indonesia
Para ahli membagi jenis manusia purba di Indonesia menjadi tiga. Pembagian tersebut berdasarkan hasil penemuan fosil manusia purba. Ketiga jenis manusia purba yang ada di Indonesia adalah Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Bagaimana ciri-ciri ketiga jenis manusia tersebut?

a. Meganthropus (Manusia Besar)
Meganthropus berasal dari dua kata. Megas artinya besar atau raksasa dan anthropus artinya manusia. Jenis manusia purba Meganthropus ditemukan oleh Van Koenigswald pada tahun 1936 di daerah Sangiran. Hasil penemuannya ini sering dikenal dengan nama Meganthropus Palaeojavanicus, artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia ini memiliki rahang kuat dengan badan yang tegap. Mereka diperkirakan hidup dengan cara mengumpulkan bahan makanan, terutama tumbuh-tumbuhan. Meganthropus diperkirakan hidup sekitar dua sampai satu juta tahun yang lalu sejak penelitian

Info Untukmu!
Sampai saat ini sudah ditemukan 70 individu fosil Manusia Homo erectus di situs Sangiran. Jumlah ini merupakan 65% dari seluruh fosil Homo erectus yang ditemukan di Indonesia atau sekitar 50% dari populasi Homo erectus di seluruh dunia.
b. Pithecanthropus (Manusia Kera Berjalan Tegak)
Pithecanthropus merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Hasil penemuan di Indonesia, antara lain Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Mojokertensis, dan Pithecanthropus Soloensis. Pithecanthropus Erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak. Jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois tahun 1891 di Trinil. Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan di Jetis dekat Mojokerto Jawa Timur oleh Von Koenigswald. Pithecanthropus Soloensis sementara itu ditemukan di Ngandong, lembah Bengawan Solo oleh Von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth.

Beberapa ciri manusia Pithecanthropus, antara lain sebagai berikut.

1) Pada tengkorak, tonjolan keningnya tebal.
2) Hidungnya lebar, dengan tulang pipi yang kuat dan menonjol.
3) Tinggi sekitar 165–180 cm.
4) Pemakan tumbuhan dan daging (pemakan segalanya).

Info Untukmu!
Penyelidikan fosil manusia selain dilakukan oleh orang-orang Eropa, juga oleh para ahli dari Indonesia, seperti Prof. Dr. Sartono, Prof. Dr. Teuku Jacob, Dr. Otto Sudarmadji dan Prof. Dr. Soejono.
c. Homo
Ada dua jenis fosil homo yang ditemukan di Indonesia, yaitu Homo Wajakensis dan Homo Soloensis. Homo Wajakensis berarti manusia dari Wajak. Eugene Dubois menemukan fosil ini pada tahun 1889 di dekat Wajak, Tulungagung Jawa Timur. Homo Wajakensis diperkirakan menjadi nenek moyang dari ras Australoid yang merupakan penduduk asli Australia. Homo Soloensis artinya manusia dari Solo ditemukan di Ngandong, lembah Bengawan Solo antara tahun 1931–1934. Penemunya adalah Ter Haar dan Oppenorth. Kehidupan Homo Soloensis sudah lebih maju dengan berbagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup dari berbagai ancaman.

Ciri-ciri homo, antara lain
1) muka lebar dengan hidung yang lebar;
2) mulutnya menonjol;
3) dahinya juga masih menonjol, sekalipun tidak seperti jenis Pithecanthropus;
4) bentuk fisiknya sudah seperti manusia sekarang;
5) tingginya 130–210 cm;
6) berat badan 30–150 kg;
7) hidupnya sekitar 40.000–25.000 tahun yang lalu.

Homo Soloensis dan Homo Wajakensis kemudian mengalami perkembangan. Jenis homo ini diberi nama Homo Sapiens. Homo Sapiens lebih sempurna dilihat dari cara berpikir walaupun masih sangat sederhana. Homo Sapiens berarti manusia cerdas, diperkirakan hidup 40.000 tahun yang lalu setelah penelitian. Jenis inilah yang nantinya menjadi nenek moyang bangsa Indonesia.

3. Manusia Purba Memenuhi Kebutuhan Hidupnya
Bagaimana sistem kehidupan manusia purba? Bagaimana cara mereka mendapatkan makanan? Di manakah mereka bertempat tinggal? Berdasarkan corak kehidupannya, Zaman Praaksara dapat dibagi menjadi tiga periode.

a. Masa Berburu dan Meramu
Masa berburu dan meramu merupakan masa paling awal manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ketersediaan kebutuhan hidup oleh alam merupakan sumber utama kehidupan mereka. Bagaimana proses kehidupan pada masa ini?

1) Mencari dan Mengumpulkan Makanan (Foodgathering)
Manusia praaksara pada awalnya hanya memenuhi kebutuhan hidupnya dari mencari dan mengumpulkan makanan. Mereka belum mengenal bercocok tanam, apalagi tempat tinggal. Makanan yang dikumpulkan berupa jenis ubi-ubian, buah-buahan, keladi ataupun daun-daunan. Bahan makanan yang dikumpulkan tidak dimasak terlebih dahulu, tetapi langsung dimakan karena pada saat itu manusia purba belum mengenal api untuk memasak.

Mereka menggunakan alat berburu dari ketersediaan alam juga, seperti kayu, batu, atau tulang hewan yang telah mati. Alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana dan kasar.

2) Hidup Berkelompok
Pada umumnya, manusia purba hidup secara berkelompok. Mereka memilih tempat yang banyak bahan makanan dan air. Padang rumput dan hutan yang berdekatan dengan sungai mereka pilih sebagai tempat hidup berkelompok. Tempat tersebut dipilih karena banyak terdapat bahan makanan dan dilewati binatang buruan.

3) Bertempat Tinggal Sementara
Pada perkembangannya, sebagian manusia purba ada yang mulai bertempat tinggal sementara. Mereka biasanya tinggal di gua-gua, tepi danau, ataupun di ceruk-ceruk di tepi pantai. Tempat-tempat tersebut mereka gunakan untuk berteduh dan menimbun bahan makanan.

b. Masa Bermukim dan Bercocok Tanam
Melalui pengalaman hidupnya, manusia purba menemukan cara baru untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka menemukan cara bercocok tanam. Seiring dengan masa bercocok tanam, mereka mulai hidup menetap. Kebudayaan lainnya ikut berkembang dengan pesat. Alat pertanian berkembang semakin maju. Begitu pula dengan sistem sosial dan sistem kepercayaan mulai terbina secara teratur. Masa bermukim dan bercocok tanam sering disebut masa revolusi kebudayaan. Hal ini didasarkan pada terjadinya perubahan besar pada berbagai corak kehidupan manusia purba.

Fakta disekitar kita!
Selain di Indones ia, manusia purba banyak pula ditemukan di luar negeri.
• Cina: Sinanthropus Pekinensis
• Jerman: Homo Heidelbergensis
• Afrika: Homo Africanus
• Inggris: Pilthdown dan Sussex
• Eropa: Homo Neanderthalensis

Pada kebudayaan manusia purba, masa ini juga menandai mulainya zaman Neolithikum (zaman batu baru). Pendukung utama kebudayaan ini adalah manusia Homo Sapiens. Jenis manusia ini sering disebut ’si cerdas’ karena sudah menggunakan akal pikiran secara sempurna.

Kehidupan masa bermukim dan bercocok tanam meliputi berikut ini.

1) Kehidupan Bermukim dan Berladang
Manusia purba memulai kegiatan berladang dengan membakar hutan untuk dijadikan ladang baru. Mereka juga melakukan kegiatan berburu dan menangkap ikan serta kegiatan beternak. Hewan yang diternakkan, antara lain kerbau, sapi, kuda, babi ataupun unggas.

Pada tahap ini, manusia tidak lagi hanya bergantung pada alam. Mereka sudah mengusahakan dan menghasilkan bahan makanan sendiri, yaitu dengan bercocok tanam dan beternak. Cara hidup seperti ini biasa disebut food producing.

2) Kehidupan Bercocok Tanam di Persawahan
Jumlah penduduk food producing semakin meningkat. Jenis tanaman yang ditanam juga semakin bertambah. Padi jenis ’gogo’ yang biasa ditanam di tanah kering mulai dikembangkan. Mereka mulai mengenal cara membuat pematang-pematang untuk menahan air dan saluran air.

Fakta disekitar kita!
Di Patiayam Kudus, kembali ditemukan fosil gading gajah purba. Sebelumnya, selama November 2007 hingga awal Maret 2008, tim Balai Arkeologi Jogjakarta (BAJ) dan sebagian warga menemukan dan menggali beberapa jenis fosil di situs Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Penemuan terbaru berupa dua fosil gading gajah purba (Stegodon trigono chepalus sp). Selain dua fosil gading gajah, di lokasi yang sama juga ditemukan fosil geraham, tulang paha, tulang bahu, dan beberapa bagian dari fosil binatang purba.

0 komentar:

Posting Komentar