Sebagai kota tua, Jakarta memiliki banyak gedung-gedung kuno. Namun, tidak semua gedung kuno itu memiliki predikat bagus, karena ada pula gedung yang oleh masyarakat Jakarta di masa lalu dipandang sebagai gedung yang menyeramkan. Bahkan mereka dulu menyebut gedung itu sebagai “gedung setan”.
Gedung Kimia Farma misalnya. Gedung yang terletak di Jalan Budi Utomo Jakarta Pusat itu awalnya dibangun pada tahun 1848 sebagai tempat pertemuan anggota Freemason (Vrijmetselaar), yakni suatu gerakan yang menjadi kaki tangan zionisme sejak abad ke-18 di Indonesia.
Tempat perkumpulan ini disebut De Ster in het Oosten atau Bintang di Timur. Penduduk setempat menyebutnya Gedung Setan, karena para pengunjungnya merahasiakan apa yang mereka bicarakan dan perbuat di gedung yang dihiasi dengan portikus dan pilaster dalam gaya dorik tersebut.
Para anggota Freemason kala itu menjadikan gedung megah dengan enam pilar kokoh penyangga itu sebagai rumah pemujaan yang disebut loge atau loji. Di saat-saat tertentu, anggota Freemason kerap menggelar upacara dengan pembakaran lilin dan menggenakan pakaian aneh-aneh mirip pakaian halloween.
Para anggota Freemason kala itu menjadikan gedung megah dengan enam pilar kokoh penyangga itu sebagai rumah pemujaan yang disebut loge atau loji. Di saat-saat tertentu, anggota Freemason kerap menggelar upacara dengan pembakaran lilin dan menggenakan pakaian aneh-aneh mirip pakaian halloween.
Di gedung itu mereka menggelar ritual menyembah simbol-simbol yang melambangkan cita-cita dan pikiran tertinggi manusia. Bahkan, beberapa aktivitasnya adalah memanggil arwah atau jin dan setan.
Gedung itu sendiri sempat menjadi lokasi digelarnya Kongres Pemuda Indonesia yang pertama yakni pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Kini, setelah Indonesia merdeka, gedung itu kemudian diambil alih dan menjadi gedung farmasi Kimia Farma.
Selain Gedung Kimia Farma, Gedung Bappenas pada masa Belanda juga sempat dijadikan sebagai loji oleh para anggota Freemason di Indonesia. Gedung yang terletak di dekat Taman Surapati, Jakarta Pusat ini juga dikenal dengan sebutan “Gedung Setan.”
Gedung yang pada awalnya bernama Adhuc Stat yang berarti “Berdiri Hingga Kini” ini dibangun pada tahun 1880. Namun, pada tahun 1925, F.J.L.Ghijsels, seorang insinyur kelahiran Tulung Agung, Jawa Timur, mendapat tugas merenovasi gedung itu secara besar-besaran.
Alhasil, wajah bangunan berubah drastis dan berubah dari lantai tunggal menjadi gedung bertingkat.
Dulu, di sisi kanan dan kiri gedung terdapat dua lambang vrijmedsclarij yang jika disambung dengan garis akan membentuk “Bintang David” lambang dan simbol suci kaum Yahudi.
Tak berbeda dengan gedung setan, Gedung Adhuc Stat juga disebut “Bintang di Timur”. Di gedung ini para anggota Freemason kerap menggelar pertemuan dan ritual.
Pasca-kemerdekaan, gedung ini pernah menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun 1966 Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) menggelar sidang-sidangnya untuk mengadili para gembong Gerakan 30 September (G30S). Mereka yang diadili antara lain; tokoh PKI Nyono, Menteri Luar Negeri (Menlu) Subandrio dan Panglima AURI Laksamana Omar Dhani.
Kini gedung setan telah berubah fungsi. Adhuc Stat kini menjadi Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN).
0 komentar:
Posting Komentar